Sabtu, 12 Desember 2009

Omni Cabut Tuntutan Kepada Prita

RS Omni Internasional akhirnya mencabut tuntutan kepada Prita Mulyasari dan menawarkan untuk damai, mungkin sebenarnya pihak Omni malu, karena begitu besarnya dukungan masyarakat terhadap Prita. Aksi yang ditujukan untuk membantu Prita atas tuntutan Omni sebesar Rp 204 juta rupiah dalam wujud "koin untuk Prita" yang mencapai berat hingga enam ton itu, jika pihak Omni tidak mencabut tuntutannya, bisa digambarkan sebagai "pengemis" yang meminta-minta uang receh dari orang-orang. Besarnya dukungan terhadap Prita, menurut sosiolog Imam Prasodjo sebagai bentuk perlawanan rakyat terhadap sistem hukum yang tidak berpihak pada rakyat kecil. Karena sebenarnya hukum memang tidak memandang "siapa" yang melanggar hukum, tapi hukum yang berlaku saat ini memang tak dapat dipungkiri bisa dikalahkan dengan materi yang berlimpah. Hukum yang tajam di bawah tapi tumpul di atas, harus dimusnahkan, berlakukan perlakuan hukum yang sama kepada siapa saja yang memang melanggar hukum....!!!!

Sabtu, 03 Oktober 2009

Batik Karya Indonesia

Tanggal 2 Oktober 2009 kemarin adalah hari yang bersejarah untuk bangsa Indonesia. Satu lagi dari sekian banyak warisan budaya Indonesia dideklarasikan sebagai kekayaan dunia asli dari Indonesia oleh UNESCO, yaitu batik. Batik memang tidak asing lagi bagi kita bangsa Indonesia, karena batik memang sudah lama dianggap sebagai budaya nasional Indonesia, setiap saat ada acara formal, tak jarang batik dijadikan sebagai pilihan yang tepat. Kita patut bangga karena akhirnya dunia mengakui warisan budaya kita yang satu ini setelah sebelumnya diklaim oleh negara tetangga tanpa tanggung jawab. Dengan deklarasi dari UNESCO ini, paling tidak dunia mengetahui apa yang sebenarnya tentang asal-usul batik ini. Mungkin untuk bisa mengapresiasikan kebanggaan kita terhadap warisan budaya ini, pemerintah bisa menetapkan sehari dalam seminggu atau sebulan untuk mengenakan pakaian batik, dan juga menetapkan sekaligus tanggal 2 Oktober menjadi hari batik nasional.

Selasa, 25 Agustus 2009

Malaysia Miskin Budaya

Indonesia, negara yang kaya dengan ragam budaya dan tradisi, bentuk negara yang berupa kepulauan membuat kita memiliki budaya khas yang sangat beragam, kita patut bangga dengan kekayaan bangsa tersebut, pariwisata kita pun terkenal tak hanya dalam negeri tapi juga sampai ke manca negara. Untuk mempromosikan pariwisatanya, pemerintah membuat iklan pariwisata agar banyak wisatawan tertarik. Namun, berita yang kita dengar belakangan ini benar-benar membuat kita bangsa Indonesia geram, negara tetangga kita, Malaysia, kembali berulah dengan mengklaim budaya asli kita sebagai budayanya, setelah lagu Rasa Sayange, Wayang Kulit, Reog Ponorogo, batik, alat musik angklung, bunga Rafflesia Arnoldi, sekarang yang paling gempar mereka mengklaim tari pendet sebagai budaya mereka untuk mempromosikan pariwisatanya. Kasus-kasus sebelumnya mereka beralasan bahwa yang mereka masukkan dalam iklan mereka adalah budaya-budaya Melayu, sehingga mereka juga merasa memiliki dengan budaya tersebut, mungkin itu bisa diterima, namun kalau kita perhatikan Reog Ponorogo asli dari Jawa Timur, Wayang Kulit asli dari Jawa Tengah, dan yang sekarang Tari Pendet yang masyarakat dunia pun tahu bahwa itu asli dari Bali, diklaim juga adalah budaya mereka melalui iklan pariwisatanya, sangat tidak bisa diterima. Kekayaan bangsa yang menunjukkan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia, seenaknya saja diklaim bahkan tanpa izin dari pihak pemerintahan Indonesia. Kejadian ini di lain sisi justru menunjukkan bahwa negeri jiran tersebut miskin dengan budaya khasnya sendiri, sehingga harus memakai budaya negara lain untuk mempromosikan pariwisatanya. Kalaupun Malaysia ingin menggunakan budaya negara lain untuk promosinya dikarenakan mungkin budaya negara lain tersebut sudah tidak asing lagi di sana, silahkan saja digunakan untuk promosi asal ada izin dari negara terkait dan dalam promosi tersebut menyebutkan asal sebenarnya dari budaya yang digunakan untuk promosi, jadi tidak ada yang dirugikan.
Kita sebagai masyarakat biasa mungkin tidak bisa berbuat banyak untuk hal ini, tapi kita wajib mendukung penuh kepada pemerintah untuk mengusut dan menyelesaikan persoalan jati diri bangsa ini hingga tuntas dan juga pemerintah agar segera mendata dan mematenkan budaya-budaya asli bangsa kita, sehingga kasus seperti ini tidak berulang kembali.

Selasa, 18 Agustus 2009

17 Agustus

17 Agustus adalah tanggal yang sakral bagi bangsa Indonesia, hari dimana proklamasi kemerdekaan dikumandangkan oleh bapak proklamator kita, Soekarno dan Hatta, 64 tahun sudah sejak hari itu menjadi sejarah besar bagi bangsa Indonesia. Banyak orang yang turut bahagia setiap kali ulang tahun proklamasi berlangsung, mereka merayakannya dengan cara mereka sendiri-sendiri, bahkan tak tanggung-tanggung stasiun-stasiun televisi mengadakan berbagai kegiatan besar bahkan ekstrim yang ditujukan untuk memperingati hari proklamasi kemerdekaan Indonesia, dari yang melaksanakan upacara bendera di dasar laut yang juga memecahkan rekor dunia, upacara di dalam goa, mengibarkan sang Merah Putih di puncak gunung di Rusia dan lain sebagainya, semua itu dilakukan sebagai wujud rasa cinta mereka terhadap tanah air Indonesia, paling tidak begitulah anggapan saya. Sejak saya tergabung menjadi pasukan pengibar bendera pusaka, meskipun hanya di tingkat kabupaten, rasanya saya tak ingin melewatkan peringatan hari proklamasi kemerdekaan dengan begitu saja, hati kecil selalu mengajak untuk melakukan sesuatu hal untuk selalu bisa mengabdikan jasa barang sedikit saja terhadap tanah air, karenanya setiap tahun saat paskibraka baik di tingkat sekolah maupun kabupaten mulai latihan, saya selalu menyempatkan diri untuk bisa datang dalam latihan mereka guna mendampingi, melatih atau paling tidak memberikan motivasi hingga mereka bisa melaksanakan tugas mengibarkan sang Merah Putih dengan baik dan maksimal, itu saya anggap sebagai bentuk pengabdian yang bisa saya lakukan saat ini kepada bangsa dan negara yang telah membesarkan saya. Jayalah negriku, majulah bangsaku, Indonesia MERDEKA!!!!

Selasa, 04 Agustus 2009

Intelektual Anak Kurang? Jangan Asal Salahkan si Anak

"Setiap anak adalah dilahirkan sebagai seorang jenius" adalah pendapat dari seorang penulis buku Accelerated Angger yaitu Ir. Agus Nggermanto. Memang benar sejatinya demikian, otak bayi yang masih benar-benar murni adalah otak yang memiliki kualitas tinggi dan sangat berkompeten untuk menjadi seorang jenius.
Setiap orang tua pasti mengharapkan anak mereka paling tidak menjadi orang pandai dan sukses dalam beberapa bidang, tidak perlu sampai tingat jenius. Mereka merasa dengan memberikan gizi dan menyediakan dana yang banyak untuk pendidikan putra-putrinya sudah sangat cukup untuk perkembangan intelektual putra-putrinya. Padahal, hal itu masih jauh sangat kurang, karena pendidikan awal dari keluargalah yang sangat berperan. Orang tua sebagai guru pertama dan utama dalam hidup sangat mempunyai pengaruh yang besar, bagaimana mereka memberikan bimbingan kepada anak-anak mereka dengan baik, sehingga dengan sendirinya intelektual yang bagus dari anak juga akan terbentuk. Jangan hanya menuntut kepada anak untuk menjadi orang yang berhasil hanya dengan modal yang disebut di atas. Bahkan sebagai contoh, tidak sedikit anak orang yang tidak mampu yang notabene tidak mempunyai cukup dana dan gizi yang tidak terlalu sempurna memiliki intelektual yang mengherankan, karena mereka terdidik baik oleh orang tua mereka untuk terus maju dan menjadi sukses demi hidup yang lebih baik.
Jadi untuk orang tua, banyak sekali faktor selain mencukupi gizi dan dana yang cukup, memang faktor tersebut juga memiliki peran penting tapi yang lebih penting lagi juga masih banyak, seperti memperhatikan psikologis anak, pergaulan anak, keseharian anak dsb. jadi untuk menjadikan anak seperti yang diingikan itu tidak hanya menurut tuntutan dari orang tua yang memiliki obsesi tinggi terhadap anaknya saja. Dan juga untuk diperhatikan, bahwa intelektual bukan satu-satunya hal yang menjadikan orang sukses dan berhasil, bahkan orang yang dengan intelektual kurang pun bisa menjadi bos besar suatu perusahaan.

Jumat, 29 Mei 2009

MASIH ADAKAH JIWA NASIONALISME PADA GENERASI MUDA?

Sebuah pertanyaan yang memang pantas kita tanyakan saat ini, di era globalisasi yang semakin berkembang, jiwa nasionalisme pada generasi muda memang kadang diragukan. Pemikiran yang juga pernah saya sampaikan sebagai makalah pada acara “Sarasehan Pelestarian dan Pembudayaan Nilai-Nilai Juang 45” yang digelar kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) di Pendopo Somonegaran Rumah Dinas Bupati Sragen ini saya sampaikan kembali melalui blog saya sebagai upaya membentuk kembali jiwa nasionalisme pada para pembaca blog saya pada umumnya dan generasi muda pada khususnya supaya bisa lebih memajukam bangsa kita tercinta kita ini.

Kemerdekaan, adalah suatu buah manis dari perjuangan para pahlawan kemerdekaan, namun apakah kemerdekaan merupakan akhir dari sebuah perjuangan? Tidak, setelah kemerdekaan kita harus menjaga dan melindungi kemerdekaan yang telah dengan susah payah pahlawan-pahlawan kita rebut dari tangan penjajah yang telah bertahun-tahun menjajah dan menindas rakyat Indonesia.
Seiring dengan berjalannya waktu, dari masa ke masa perubahan dan perkembanagan pun terus terjadi pada bangsa ini. Baik itu perkembangan positif dan membangun maupun yang negatif dan cenderung merusak bangsa Indonesia. Akan tetapi entah apa yang menjadi penyebabnya, secara fakta atau realita perkembangan yang terjadi di bangsa ini sebagian besar membawa dampak negatif pada generasi penerus bangsa. Kemajuan yang kita rasa menguntungkan ternyata menimbulkan suatu perubahan yang teramat mendasar dan menyebabkan kebobrokan pada moral generasi muda.
Secara perlahan-lahan jiwa nasionalisme yang ada pada generasi muda terkikis dan mulai memudar., hal itu tak dapat dipungkiri lagi, kita dihadapkan pada kenyataan yang begitu menyedihkan. Kemajuan bangsa justru menghancurkan bangsa ini. Jiwa nasionalisme yang hilang pada diri tunas-tunas muda bangsa begitu memilukan. Usia bangsa yang sudah lanjut ini tidak membawa kita pada kedewasaan untuk menghargai apa yang telah diberikan para pahlawan tetapi justru untuk melupakannya.
Jiwa nasionalisme yang mulai hilang pada generasi muda dapat kita lihat dari banyak hal dalam kehidupan kita sehari-hari misalnya upacara bendera, saat ini banyak yang menganggap bahwa upacara bendera hanyalah sebuah formalitas yang sering dilaksanakan pelajar mulai dari taman kanak-kanak hingga ke dinas atau instansi-instansi Negara, tetapi makna sebenarnya dari melaksanakan rutinitas tersebut banyak yang tidak mengetahui, upacara bendera secara rutin diadakan sebenarnya adalah untuk melatih dan mendidik kita disamping untuk berdisiplin, juga untuk memupuk jiwa nasionalisme kita, justru digunakan sebagai ajang pertemuan di luar jam pelajaran kelas untuk mengobrol dan bergosip, bahkan saat penghormatan terhadap sang Merah Putih yang seharusnya dilaksanakan dengan penuh hikmat dan penghayatan masih saja ada yang sempat mengobrol dengan teman di sekitarnya, selain itu hilangnya rasa nasionalisme generasi muda dapat dilihat saat menyanyikan kebangsaan Indonesia Raya, lagu kebangsaan yang seharusnya dinyanyikan dengan penuh semangat untuk menunjukkan bahwa kita kita bangga tinggal dan hidup di Negara tercinta ini, dinyanyikan dengan seenaknya saja dan bahkan generasi muda ada yang tidak hapal dengan syair lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Contoh lain bahwa jiwa nasionalisme di negara kita mulai pudar adalah saat merayakan hari besar nasional sebagai contoh Hari Pahlawan, untuk ikut merayakan dan menghargai jasa pahlawan dengan cara mengibarkan sang Merah Putih di depan rumah saja mereka malas dan kalau ada yang mengingatkan, ada di antara mereka yang justru menanyakan “Kenapa harus mengibarkan sang Merah Putih? Memang ini hari apa?” sebuah pertanyaan yang kalau kita dengarkan sebagai seorang warga negara Indonesia sangat memilukan, warga negara yang hidup dalam zaman kemerdekaan, dimana kemerdekaan itu telah dengan susah payah direbut oleh para pahlawan dengan mengorbankan harta, bahkan jiwa dan raganya, dapat dengan mudah melupakan jasa para pahlawannya dan melupakan hari untuk mengenang dan menghargai jasa para pahlawan tersebut. Contoh lain lagi, ada masyarakat yang mau untuk memasang bendera Merah Putih tetapi seperti dia bukan warga negara Indonesia, hal itu dikarenakan dia memasang hanya dengan sebuah tongkat bambu yang pendek tidak sesuai dengan ketentuan, dengan posisi tongkat miring hamper jatuh dan yang lebih mengherankan lagi dia bukan memasang bendera Merah Putih tetapi bendera putih merah dengan kata lain dia memasangnya terbalik dan sudah seharian pun tidak juga hal itu dibenahi.
Sungguh sangat banyak contoh yang dapat menunjukkan jiwa nasionalisme di negara kita mulai memudar, dan selain contoh di atas saya yakin masih banyak lagi contoh lainnya. “Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai jasa pahlawannya” apakah ini akan menjadi sebuah slogan klise yang akan dapat kita mengerti maknanya dan dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari ataukah hanya akan berhenti menjadi sebuah slogan saja? Diri pribadi kita masing-masinglah yang dapat menjawabnya……

Kamis, 28 Mei 2009

Akhir Tahun Bukan Untuk Foya-Foya

Rasulullah saw pernah bersabda bahwa semakin bertambah suatu masa, maka akan semakin buruk dari masa ke masa tersebut, mungkin itu terbukti juga kepada diriku, akhir tahun ini aku merasakan hal 180o berbeda dari akhir tahun lalu, dulu aku merasa sangat gembira, berbunga-bunga dan segala macam rasa yang menyenangkan ada di hatiku, sedangkan di akhir tahun ini semua berubah, berjalan begitu saja. Tetapi akhir tahun 2008 ternyata tidak semuanya berjalan begitu hambar, aku melakukan hal yang lebih positif dari yang aku lakukan tahun lalu.
Tahun 2007 lalu aku merasa mungkin adalah tahun yang sangat menyenangkan bagiku, banyak hal baru aku temukan, hal-hal yang belum pernah aku rasakan sekalipun dalam seumur hidupku, hari-hariku terasa sangat menyenangkan. Tapi di tahun 2008, hal pahit, getir aku rasakan, bahkan air mata pun tumpah, pikiranku kacau, tiap malam sulit untuk memejamkan mata. Kemudian aku kembalikan semua kepada yang maha kuasa, karena suatu rencana yang lebih baik pasti telah disiapkan-Nya untukku.
Kini aku menjalani hidupku sebagai diriku, berjalan perlahan dan insya Allah dengan pasti, semua aku pasrahkan kepada Allah SWT, karena semua yang ada di dunia ini adalah dalam kuasa-Nya. Dalam kehidupanku sekarang, sebuah penantian masih tersimpan di hatiku, bila memang seperti ini cara yang harus ku jalani, aku akan menjalaninya semampuku.
Kita tinggalkan permasalahanku di atas. Merujuk kembali pada dalil di atas, bahwa semakin bertambah masa maka akan semakin buruk masa itu, sama artinya juga semakin bertambah tahun maka tahun-tahun yang datang akan menjadi lebih buruk daripada tahun-tahun yang telah kita jalani. Moral akan semakin bobrok, pola pikir manusia akan semakin melenceng, dan hal-hal buruk lainnya. Lantas apa yang kerap kita gegap gempitakan di akhir tahun? Bertambahnya kebobrokankah yang kita rayakan? Lebih baik kita merenung mencoba mengkaji kembali kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan, dan mencoba untuk merubahnya. Bukan berarti kita tidak boleh merayakan pergantian tahun, karena tidak dapat dipungkiri dari sisi lain bahwa hal tersebut adalah hal yang ingin kita rayakan, tetapi merayakan bukan berarti dengan hura-hura, foya-foya, sampai-sampai mabuk dan “ngedrugs” semua hal yang hanya merujuk kesenangan duniawi, merayakannya dapat kita lakukan dengan berbagai hal positif, mengadakan pengajian, bakti sosial, dsb yang dilkukan bersama-sama, dengan demikian di samping kita dapat senang berkumpul dengan teman, manfaat positif bahkan pahala pun insya Allah bisa kita dapatkan.